Senin, 26 Mei 2014

Konflik

Definisi KonflikKonflik sebagai suatu proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi  bahwa  pihak lain akan atau  telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yg menjadi kepedulian atau kepentingan  pihak pertama.Konflik (organisasi) dapat terjadi karena perbedaan pendapat, pandangan, interpretasi, persepsi serta kepentingan antar individu atau antar kelompok dalam organisasi, yang menimbulkan bertentangan atau perselisihan.Keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum . konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Pandangan Konflik ada 3:
Robbin mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.Oleh karena itu konflik harus dihindari.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatukelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Faktor penyebab konflik
• Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaanyang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada



Proses Konflik
1.      Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
a.       Komunikasi
Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik.
b.      Struktur
Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
c.       Variabel-variabel Pribadi
Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik

2.      Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi
Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak  akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.

3.      Tahap 3: Maksud
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
a.       Bersaing
Yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu masalah.
b.      Bekerja sama
Yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang.
c.       Menghindar
Yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.
d.      Akomodatif
Yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.
e.       Kompromis
Yaitu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal. Saat itulah terjadi tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Maksud kompromis ini tidak jelas siapa yang menang dan kalah. Tiba-tiba muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu, cirri khas maksud kompromis adalah masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.



4.      Tahap 4: Perilaku
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.

5.      Tahap 5: Akibat
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
a.       Akibat fungsional
Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
b.      Akibat disfungsional
Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.
c.       Menciptakan konflik fungsional
Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.


Teknik Pemecahan Konflik:
a.    Pemecahan Masalah
Pertemuan tatap muka pihak – pihak yang berkonflik dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya melalui pembahasan terbuka.
b.    Sasaran Atasan
Menciptakan sasarn bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama masing – masing pihak yang berkonflik.
c.    Perluasan Sumberdaya
Bila konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber daya (seperti: uang, kesempatan promosi, ruangan kantor) perluasan sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan.
d.    Penghindaran
Menarik diri atau menekan konflik.
e.    Penghalusan
Meminimalkan arti perbedaan sekaligus menekankan kepentingan bersama antara pihak – pihak yang berkonflik.
f.      Kompromi
Setiap pihak yang berkonflik itu mengorbankan sesuatu yang berharga.
g.    Komando Otoriter
Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian mengkomunikasikan keinginannya ke pihak – pihak yang terlibat.
h.    Mengubah Variabel Manusia
Menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia, misalnya: pelatihan hubungan manusia untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.
i.      Mengubah Variabel Struktur
Mengubah struktur organisasi formal dan pola structural interaksi pihak – pihak yang berkonflik melalui perancangan ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi, dan sejenisnya.

Negosiasi
Definisi Negosiasi
Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
Strategi  Negosiasi
1.      Negosiasi Menang-Kalah ( Win-Lose )
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol ( zero sum game ). Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi  pastilah salah satu pihak akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal dengan pendekatan distributif.
2.      Negosiasi Menang-Menang ( Win-Win )
Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif , dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan positif.  Situasi –situasi penjumlahan positif adalah pendekatan di mana setiap pihak mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain
Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang ( seperti antara atasan dengan bawahan), dalam satu kelompok ( seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan dalam kelompok), antarkelompok ( seperti yang terjadi antara departemen pembelian dan penyedia material mengenai harga, kualitas, atau tanggal pengiriman, melalui internet).

Proses Negosiasi
Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:
1.      Persiapan dan perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
2.      Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal  atau tuntutan awal mereka.
3.      Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
4.      Tawar – menawar dan Penyelesaian Masalah
Hakikat proses negosiasi terletak pada tindakan memberi dan menerima yang sesungguhnya dalam rangka mencari suatu kesepakatan.

5. Penutupan dan implementasi : tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan. Untuk negosiasi – negosiasi besar yang mencangkup segala sesuatu dari negosiasi buruh – manajemen sampai tawar – menawar ketentuan sewa – beli untuk pembelian real estat samapi negosiasi penawaran kerja untuk posisi manajemen senior. Tahap ini mensyaratkan kesepakatan mengenai hal – hal spesifik dalam kontrak formal. Namun pada kebanyakan kasus, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal dari sekadar berjabat tangan.
      
    
Isu-isu dalam Negosiasi
Ada empat isu kontemporer di dalam negosiasi, yaitu:
a.       - Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi
Para perunding yang mempunyai suasana hati positif cenderung memperoleh hasil yang lebih baik daripada bersuasana hati negatif. Karena perunding yang gembira lebih mempercayai pihak lain maka mencapai lebih banyak penyelesaian yang saling menguntungkan. Misalnya Ibas adalah seorang manajer yang pandai di dalam bernegosiasi. Ibas setiap mulai berunding selalu mengeluarkan kelakar atau menekankan sisi positif dari apa yang hendak dipertaruhkan. Teknik yang dilaksanakan oleh Ibas ini membuat lawannya mengajukan penawaran secara lebih integratif karena mereka menyampaikan prioritas mereka, lebih akurat dalam mepersepsikan kepentingan pihak lain, dan berpikir lebih kreatif.
 -Hasil penelitian membuktikan bahwa hubungan kepribadian dengan negosiasi menunjukkan sifat-sifat kepribadian tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap proses tawar menawar. Contohnya para perunding yang ekstrovet seringkali gagal total ketika harus melakukan tawar menawar distributif karena orang-orang ekstrovet suka menyenangkan hati orang lain dan bersahabat cenderung suka berbagi informasi. Jadi, penawar distributif terbaik adalah orang introvert yang tidak terlalu ramah. Selain itu, ego juga berpengaruh dalam negosiasi. Orang yang mampu melepas ego mereka sendiri mampu menegosiasikan kesepakatan secara lebih baik (baik negosiasi distributif ataupun integratif).
b.     - Perbedaan gender dalam negosiasi
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan dalam bernegosiasi. Tetapi gender mempengaruhi negosiasi walaupun terbatas. Keyakinan bahwa wanita lebih menyenangkan dalam bernegosiasi tidak dapat dijadikan patokan karena jarang wanita yang menduduki posisi manajemen puncak. Terdapat sebuah penelitian bahwa seseorang yang tidak mempunyai banyak kekuasaan (tanpa melihat jenis kelamin) cenderung berusaha menyenangkan lawan mereka dan menggunakan taktik persuasif yang lembut daripada konfrontasi langsung dan ancaman. Kesimpulannya bahwa perempuan bisa menjadi terlalu menghukum diri sendiri karena tidak bisa ikut dalam negosiasi padahal ini merupakan kepentingan terbesar mereka.

c.     -   Perbedaan kultur dalam negosiasi
Gaya negosiasi antara budaya satu dengan yang lainnya tentu berbeda (Adler, 2002). Orang Perancis menyukai konflik, orang Cina suka mengulur-ulur perundingan tapi mereka mempunyai kepercayaan bahwa hal ini tidak akan pernah selesai, orang Jepang didalam bernegosiasi melakukan komunikasi secara tidak langsung sedangkan orang Amerika cenderung tidak sabar dalam berunding dan selalu ingin untuk disukai.
Berikut ini ada satu studi yang membandingkan orang Amerika Utara, Arab dan Rusia yang dilakukan oleh Glenn, Witmeyer dan Stevenson pada tahun 1977. Glenn et all melihat dari faktor-faktor sebagai berikut:
-      -   Gaya bernegosiasi
-      -  Cara menanggapi argumen lawan
-      -   Pendekatan untuk menghasilkan konsensi
-      -   Cara menangani negosiasi dengan tenggang waktu yang ditentukan
   
   
Ada empat peran pokok pihak ketiga, yaitu:
 

-  Mediator
Pihak ketiga yang bersikap netral yang menfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan semacamnya. Mediator banyak digunakan dalam negosiasi buruh dengan manajer dan dalam sengketa perdata. 
- Arbitrator 
Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi bisa bersifat voluntary ataupun mandatory. Kelebihan arbitrasi dibanding mediator adalah arbitrasi selalu menghasilkan penyelesaian.
- Konsiliator
Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan lawannya. Konsiliasi banyak digunakan dalam sengketa internasional, buruh dan masyarakat. Dalam praktiknya biasanya konsiliator bertindak lebih dari sekedar saluran komunikasi.
- Konsultan
Pihak ketiga yang terlatih dan tak berpihak yang berupaya menfasilitasi pemecahan masalah melalui komunikasi dan analisis dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik. Peran konsultan adalah memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai penyelesaian sendiri.

 















       

   
I   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar